Bisa dibayangkan, alangkah kacaunya dunia ini jika emosi-emosi tidak teredam. Semua bertindak sesuka hati, dengan perasaan dan luapan emosional masing-masing. Berikut ini beberapa cara untuk melatih emosi kita. Ingat, dikuasai atau menguasai emosi adalah sebuah pilihan.
1. Belajarlah untuk mendengarkan. Pernahkah kita meluangkan waktu untuk mendengarkan orang lain? Bukan sekadar mendengar, tapi menyimak dengan saksama. Mendengarkan yang tidak terdengar. Itu adalah cara yang efektif. Karena sewaktu kita mendengarkan orang lain, kita juga sedang belajar untuk menguasai dan menetralkan emosi.
Beberapa orang mungkin tidak cukup sabar untuk mendengarkan orang lain. Mereka lebih senang didengarkan daripada mendengarkan. Padahal dalam proses mendengarkan itulah, kita dapat melatih penguasaan diri. Demikian pula secara simultan seseorang yang emosional akan mengalami kelegaan luar biasa ketika isi hatinya didengarkan.
2. Kekuatan dalam penguasaan diri. Ada foto menarik yang sering digunakan sebagai ilustrasi sikap penguasaan diri. Seekor kucing tampak dengan santai menghirup genangan air di tengah pelataran. Sementara di sekelilingnya berbaris puluhan anjing herder polisi.
Demikian pula orang yang tidak memiliki ketenangan akan kerap mendapati dirinya melakukan kecerobohan dan kesalahan yang tidak perlu. Sebaliknya, dalam keadaan tenang kita dapat menganalisis situasi dengan akal sehat yang jernih. Dengan penguasaan diri kita dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat.
3. Sikap lapang hati yang melegakan. Kelapangan hati dapat muncul ketika kesesakan melanda hidup kita. Menyimpan kerikil-kerikil tajam atau melepaskan semua beban berat yang mengganjal di hati adalah suatu pilihan. Dan pilihan kita akan menentukan apakah kita dapat berdamai dengan emosi atau tidak. Mengembangkan kekuatan penguasaan diri melalui sikap empati dan lapang hati akan memberikan kelegaan yang besar untuk berdamai dengan emosi.
Sumber: Renungan Pagi
1. Belajarlah untuk mendengarkan. Pernahkah kita meluangkan waktu untuk mendengarkan orang lain? Bukan sekadar mendengar, tapi menyimak dengan saksama. Mendengarkan yang tidak terdengar. Itu adalah cara yang efektif. Karena sewaktu kita mendengarkan orang lain, kita juga sedang belajar untuk menguasai dan menetralkan emosi.
Beberapa orang mungkin tidak cukup sabar untuk mendengarkan orang lain. Mereka lebih senang didengarkan daripada mendengarkan. Padahal dalam proses mendengarkan itulah, kita dapat melatih penguasaan diri. Demikian pula secara simultan seseorang yang emosional akan mengalami kelegaan luar biasa ketika isi hatinya didengarkan.
2. Kekuatan dalam penguasaan diri. Ada foto menarik yang sering digunakan sebagai ilustrasi sikap penguasaan diri. Seekor kucing tampak dengan santai menghirup genangan air di tengah pelataran. Sementara di sekelilingnya berbaris puluhan anjing herder polisi.
Demikian pula orang yang tidak memiliki ketenangan akan kerap mendapati dirinya melakukan kecerobohan dan kesalahan yang tidak perlu. Sebaliknya, dalam keadaan tenang kita dapat menganalisis situasi dengan akal sehat yang jernih. Dengan penguasaan diri kita dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat.
3. Sikap lapang hati yang melegakan. Kelapangan hati dapat muncul ketika kesesakan melanda hidup kita. Menyimpan kerikil-kerikil tajam atau melepaskan semua beban berat yang mengganjal di hati adalah suatu pilihan. Dan pilihan kita akan menentukan apakah kita dapat berdamai dengan emosi atau tidak. Mengembangkan kekuatan penguasaan diri melalui sikap empati dan lapang hati akan memberikan kelegaan yang besar untuk berdamai dengan emosi.
Sumber: Renungan Pagi
terimakasih tipsnya ^^
BalasHapusyoi... semoga bermanfaat
BalasHapus